Hadits-Hadits Shahih Tentang Shaum Dan Bulan Ramadhan
(Bag 1)
Ini adalah risalah
kecil tentang kumpulan hadits-hadits shahih seputar puasa (shaum) dan bulan
Ramadhan, dan hal-hal yang berkaitan dengannya. Pentingnya risalah ini adalah
sebagai bahan referensi yang bisa dijadikan sandaran terpercaya dalam
mengamalkan ajaran agama; khususnya tentang shaum dan Ramadhan. Selain itu, ini
merupakan upaya meredam kebiasaan sebagian umat Islam, baik kaum terpelajar dan
orang awam, yang sering menyampaikan hadits-hadits tentang shaum dan Ramadhan
tanpa memberitahukan, atau tanpa mau tahu, tentang dari siapakah hadits itu
berasal? Terlebih lagi bagaimana otentitas hadits tersebut; shahih atau dhaif?
Hendaklah seorang
muslim lebih perhatian dengan pengamalan hadits-hadits shahih. Sebab,
kesibukkan dengan hadits-hadits shahih akan dapat mengurangi tersebarnya
hadits-hadits dhaif di tengah umat Islam.
Berikut ini adalah
kumpulan hadits-hadits shahih tersebut, sejauh yang bisa kami kumpulkan. Selain
itu, kami juga tambahkan seperlunya atsar shahih dari para sahabat dan tabi’in.
Kami yakini upaya ini masih sangat memerlukan tambahan di sana sini, karena
kesempurnaan hanyalah milik Allah Tabaraka wa Ta’ala.
1. Berpuasa karena
melihat hilal, berhari raya juga karena melihat hilal, jika tertutup awan maka
genapkan hingga tiga puluh hari
Dari Abu Hurairah
Radhiallahu ‘Anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
صُومُوا
لِرُؤْيَتِهِ وَأَفْطِرُوا لِرُؤْيَتِهِ فَإِنْ غُبِّيَ عَلَيْكُمْ فَأَكْمِلُوا
عِدَّةَ شَعْبَانَ ثَلَاثِينَ
Berpuasalah kalian
karena melihatnya (hilal) dan berhari rayalah karena melihatnya, jika hilal
hilang dari penglihatanmu maka sempurnakan bilangan Sya’ban sampai tiga puluh
hari. (HR. Bukhari No. 1909)
Dari Ibnu Umar
Radhiallahu ‘Anhuma, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
فَصُومُوا
لِرُؤْيَتِهِ وَأَفْطِرُوا لِرُؤْيَتِهِ فَإِنْ أُغْمِيَ عَلَيْكُمْ فَاقْدِرُوا
لَهُ ثَلَاثِينَ
Maka berpuasalah
kalian karena melihatnya (hilal) dan berhari rayalah karena melihatnya, lalu
jika kalian terhalang maka ditakarlahlah sampai tiga puluh hari. (HR. Muslim
No. 1080, 4)
إِنَّمَا
الشَّهْرُ تِسْعٌ وَعِشْرُونَ فَلَا تَصُومُوا حَتَّى تَرَوْهُ وَلَا تُفْطِرُوا
حَتَّى تَرَوْهُ فَإِنْ غُمَّ عَلَيْكُمْ فَاقْدِرُوا لَهُ
Sesungguhnya
sebulan itu 29 hari, maka janganlah kalian berpuasa sampai kalian melihatnya
(hilal), dan janganlah kalian berhari raya sampai kalian melihatnya, jika
kalian terhalang maka takarkan/perkirakan/hitungkanlah dia. (HR. Muslim No.
1080, 3)
2. Berpuasa
Ramadhan menghilangkan dosa-dosa yang lalu
Dari Abu Hurairah
Radhiallahu ‘Anhu bahwa Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
ومن
صام رمضان إيمانا واحتسابا غفر له ما تقدم من ذنبه
“Barangsiapa yang
berpuasa Ramadhan karena iman dan ihtisab, maka akan diampuni dosa-dosanya yang
lalu.” (HR. Bukhari No. 38, 1910, 1802)
Makna ‘diampuninya
dosa-dosa yang lalu’ adalah dosa-dosa kecil, sebab dosa-dosa besar –seperti
membunuh, berzina, mabuk, durhaka kepada orang tua, sumpah palsu, dan lainnya-
hanya bias dihilangkan dengan tobat nasuha, yakni dengan menyesali perbuatan
itu, membencinya, dan tidak mengulanginya sama sekali. Hal ini juga ditegaskan
oleh hadits berikut ini.
3. Diampuni dosa di
antara Ramadhan ke Ramadhan
Dari Abu Hurairah
Radhiallahu ‘Anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
الصَّلَوَاتُ
الْخَمْسُ وَالْجُمْعَةُ إِلَى الْجُمْعَةِ كَفَّارَاتٌ لِمَا بَيْنَهُنَّ
“Shalat yang lima
waktu, dari jumat ke jumat, dan ramadhan ke Ramadhan, merupakan penghapus dosa
di antara mereka, jika dia menjauhi dosa-dosa besar.” (HR. Muslim No. 233)
4. Shalat pada
malam Lailatul Qadar menghilangkan dosa-dosa yang lalu
Dari Abu Hurairah
Radhiallahu ‘Anhu bahwa Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
من
قام ليلة القدر إيمانا واحتسابا، غفر له ما تقدم من ذنبه
“Barang siapa yang
shalat malam pada malam Lailatul Qadar karena iman dan ihtisab (mendekatkan
diri kepada Allah) , maka akan diampuni dosa-dosanya yang lalu.” (HR. Bukhari
No. 35, 38, 1802)
5. Shalat malam
(tarawih) Pada Bulan Ramadhan menghilangkan dosa-dosa yang lalu
Dari Abu Hurairah
Radhiallahu ‘Anhu, bahwa Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
مَنْ
قَامَ رَمَضَانَ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا، غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ
ذَنْبِهِ.
“Barang siapa yang
shalat malam pada Ramadhan karena iman dan ihtisab, maka akan diampuni
dosa-dosa yang lalu.” (HR. Bukhari No. 37 1904, 1905)
6. Dibuka Pintu
Surga, Dibuka pinta Rahmat, Ditutup Pintu Neraka, dan Syetan dibelenggu
Dari Abu Hurairah
Radhiallahu ‘Anhu bahwa Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
إِذَا
جَاءَ رَمَضَان فُتِّحَتْ أَبْوَابُ الْجَنَّةِ وَغُلِّقَتْ أَبْوَابُ النَّارِ
وَصُفِّدَتْ الشَّيَاطِين
“Jika datang
Ramadhan, maka dibukalah pintu-pintu surga, ditutup pintu-pintu neraka dan
syetan dibelenggu.” (HR. Muslim No. 1079)
Dalam hadits lain:
إذا
كان رمضان فتحت أبواب الرحمة، وغلقت أبواب جهنم، وسلسلت الشياطين
“Jika bulan
Ramadhan maka dibukalah pintu-pintu rahmat, ditutup pintu-pintu neraka dan
syetan dirantai.” (HR. Muslim No. 1079)
7. Allah Ta’ala
Langsung Membalas Pahala Puasa
Firman Allah Ta’ala
dalam hadist Qudsi :
كُلُّ
عَمَلِ ابْنِ آدَمَ لَهُ، إِلَّا الصِّيَامَ، فَهُوَ لِي، وَأَنَا أَجْزِي بِهِ
“Setiap amalan anak
Adam itu adalah (pahala) baginya, kecuali puasa, karena puasa itu untuk-Ku dan
Akulah yang akan membalasnya.” (HR. Bukhari No. 1795, Muslim No. 1151, Ibnu
Majah No. 1638, 3823, Ahmad No. 7494, Ibnu Khuzaimah No. 1897, Ibnu Hibban No.
3416)
8. Disediakan Pintu
Ar Rayyan bagi orang yang puasa
Haditsnya:
إِنَّ
فِي الْجَنَّةِ بَابًا يُقَالُ لَهُ الرَّيَّانُ يَدْخُلُ مِنْهُ الصَّائِمُونَ
يَوْمَ الْقِيَامَةِ لَا يَدْخُلُ مِنْهُ أَحَدٌ غَيْرُهُمْ يُقَالُ أَيْنَ
الصَّائِمُونَ فَيَقُومُونَ لَا يَدْخُلُ مِنْهُ أَحَدٌ غَيْرُهُمْ فَإِذَا
دَخَلُوا أُغْلِقَ فَلَمْ يَدْخُلْ مِنْهُ أَحَدٌ
“Sesungguhnya di
surga ada pintu yang dinamakan Ar Rayyan, yang akan dimasuki oleh orang-orang
yang berpuasa pada hari kiamat nanti, dan tidak ada yang memasuki melaluinya
kecuali mereka. Dikatakan: “Mana orang-orang yang berpuasa? Maka mereka
berdiri, dan tidak ada yang memasukinya seorang pun kecuali mereka. Jika mereka
sudah masuk, maka pintu itu ditutup, dan tidak ada lagi seorang pun yang masuk
melaluinya.” (HR. Bukhari No. 1797, 3084, Muslim No. 1152, At Tirmidzi No. 762,
Ibnu Majah No. 1640)
9. Bau mulut orang
puasa lebih Allah Ta’ala cinta di banding kesturi
Dari Abu Hurairah
Radhiallahu ‘Anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam:
وَالَّذِي
نَفْسُ مُحَمَّدٍ بِيَدِهِ لَخُلُوفُ فَمِ الصَّائِمِ أَطْيَبُ عِنْدَ اللَّهِ
يَوْمَ الْقِيَامَةِ مِنْ رِيحِ الْمِسْكِ
… Demi Yang Jiwa
Muhammad ada di tanganNya, bau mulut orang yang berpuasa lebih Allah cintai u
dibanding bau misk (kesturi) …” (HR. Bukhari No. 1904 dan Muslim No. 1151)
10. Dua kebahagiaan
bagi orang berpuasa
Dari Abu Hurairah
Radhiallahu ‘Anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam:
للصائم
فرحتان يفرحهما: إذا أفطر فرح، وإذا لقي ربه فرح بصومه
“Bagi orang
berpuasa ada dua kebahagiaan: yaitu kebahagiaan ketika berbuka, dan ketika
berjumpa Rabbnya bahagia karena puasanya.” (HR. Bukhari No. 1805, 7054. Muslim
no. 1151. At Tirmidzi No. 766. An Nasa’i No. 2211, 2212, 2213, 2215, 2216. Ibnu
Majah No. 1638. Ad Darimi No. 1769. Ibnu Hibban No. 3423. Al Baihaqi dalam As
Sunan No. 7898. Ibnu Khuzaimah No. 1896. Abu Ya’la No. 1005. Ahmad No. 4256,
dari Ibnu Mas’ud. Ath Thabarani dalam Al Kabir No. 10077. Abdurrazzaq No. 7898)
11. Anjuran
bersahur
Dari Anas bin Malik
Radhiallahu ‘Anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
تَسَحَّرُوا
فَإِنَّ فِي السَّحُورِ بَرَكَةً
“Bersahurlah
kalian, karena pada santap sahur itu ada keberkahan.” (HR. Bukhari No. 1923,
Muslim No. 1095)
12. Keutamaan
bersahur
Dari Abu Sa’id Al
Khudri Radhiallahu ‘Anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam
bersabda:
السَّحُورُ
أَكْلُهُ بَرَكَةٌ، فَلَا تَدَعُوهُ، وَلَوْ أَنْ يَجْرَعَ أَحَدُكُمْ جُرْعَةً
مِنْ مَاءٍ، فَإِنَّ اللهَ عَزَّ وَجَلَّ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى
الْمُتَسَحِّرِينَ
Makan sahur adalah
berkah, maka janganlah kalian meninggalkannya, walau kalian hanya meminum
seteguk air, karena Allah ‘Azza wa Jalla dan para malaikat mendoakan orang yang
makan sahur. (HR. Ahmad No. 11086, Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan:
sanadnya shahih. Lihat Ta’liq Musnad Ahmad No. 11086)
Dari Amru bin Al
‘Ash Radhiallahu ‘Anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam
bersabda:
فَصْلُ
مَا بَيْنَ صِيَامِنَا وَصِيَامِ أَهْلِ الْكِتَابِ أَكْلَةُ السُّحُور
“Perbedaan antara
puasa kita dan puasa Ahli Kitab adalah pada makan sahur.” (HR. Muslim No. 1096)
13. Disunnahkan
menta’khirkan sahur:
Dari ‘Amru bin
Maimun Radhiallahu ‘Anhu, katanya:
كان
أصحاب محمد صلى الله عليه و سلم أعجل الناس إفطارا وأبطأهم سحورا
Para sahabat
Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam adalah manusia yang paling bersegera
dalam berbuka puasa, dan paling akhir dalam sahurnya. (HR. Al Baihaqi dalam As
Sunan Al Kubra No. 7916. Al Faryabi dalam Ash Shiyam No. 52. Ibnu Abi Syaibah
dalam Al Mushannaf No. 9025)
Imam An Nawawi
mengatakan: “sanadnya shahih.” (Lihat Al Majmu’ Syarh Al Muhadzdzab, 6/362),
begitu pula dishahihkan oleh Imam Ibnu Abdil Bar, bahkan menurutnya keshahihan
hadits tentang bersegera buka puasa dan mengakhirkan sahur adalah mutawatir.
(Lihat Imam Al ‘Aini, ‘Umdatul Qari, 17/9. Imam Ibnu Hajar, Fathul Bari, 4/199)
14. Rasulullah
Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bertadarus Al Quran bersama Malaikat Jibril
Ibnu ‘Abbas
Radhiallahu ‘Anhuma menceritakan:
وَكَانَ
جِبْرِيلُ يَلْقَاهُ فِي كُلِّ لَيْلَةٍ مِنْ رَمَضَانَ فَيُدَارِسُهُ الْقُرْآنَ
Jibril menemuinya
(nabi) pada tiap malam malam bulan Ramadhan, dan dia (Jibril) bertadarus Al
Quran bersamanya. (HR. Bukhari No. 3220)
15. Kedermawanan
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam selama bulan Ramadhan melebihi
hembusan angin
Ibnu ‘Abbas
Radhiallahu ‘Anhuma, menceritakan:
كَانَ
النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَجْوَدَ النَّاسِ وَأَجْوَدُ مَا
يَكُونُ فِي رَمَضَانَ حِينَ يَلْقَاهُ جِبْرِيلُ وَكَانَ جِبْرِيلُ عَلَيْهِ
السَّلَام يَلْقَاهُ فِي كُلِّ لَيْلَةٍ مِنْ رَمَضَانَ فَيُدَارِسُهُ الْقُرْآنَ
فَلَرَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَجْوَدُ بِالْخَيْرِ مِنْ
الرِّيحِ الْمُرْسَلَةِ
Nabi Shallallahu
‘Alaihi wa Sallam adalah manusia yang paling dermawan, dan kedermawanannya
semakin menjadi-jadi saat Ramadhan apalagi ketika Jibril menemuinya. Dan,
Jibril menemuinya setiap malam bulan Ramadhan dia bertadarus Al Quran
bersamanya. Maka, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam benar-benar sangat
dermawan dengan kebaikan melebihi angin yang berhembus. (HR. Bukhari No. 3220)
16. Memberikan
makanan buat orang yang berbuka puasa
Dari Zaid bin
Khalid Al Juhani Radhiallahu ‘Anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa
Sallam bersabda:
مَنْ
فَطَّرَ صَائِمًا كَانَ لَهُ مِثْلُ أَجْرِهِ غَيْرَ أَنَّهُ لَا يَنْقُصُ مِنْ
أَجْرِ الصَّائِمِ شَيْئًا
Barang siapa yang
memberikan makanan untuk berbuka bagi orang berpuasa maka dia akan mendapatkan
pahala sebagaimana orang tersebut, tanpa mengurangi sedikit pun pahala orang
itu. (HR. At Tirmidzi No. 807, katanya: hasan shahih. Ahmad No. 21676, An
Nasa’i dalam As Sunan Al Kubra No. 3332. Al Baihaqi dalam Syu’abul Iman No.
3952. Dishahihkan Syaikh Al Albani dalam Shahihul Jami’ No. 6415. Syaikh
Syu’aib Al Arnauth mengatakan: hasan lighairih. Lihat Ta’liq Musnad Ahmad No.
21676, Al Bazzar dalam Musnadnya No. 3775)
17. Memperbanyak
doa
Dari Abu Hurairah
Radhiallahu ‘Anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
ثَلَاثَةٌ
لَا تُرَدُّ دَعْوَتُهُمْ الصَّائِمُ حَتَّى يُفْطِرَ وَالْإِمَامُ الْعَادِلُ
وَدَعْوَةُ الْمَظْلُوم
Ada tiga manusia
yang doa mereka tidak akan ditolak: 1. Doa orang yang berpuasa sampai dia
berbuka, 2. Pemimpin yang adil, 3. Doa orang teraniaya. (HR. At Tirmidzi No.
2526, 3598, katanya: hasan. Ibnu Hibban No. 7387, Imam Ibnul Mulqin mengatakan:
“hadits ini shahih.” Lihat Badrul Munir, 5/152. Dishahihkan oleh Imam Al
Baihaqi. Lihat Shahih Kunuz As sunnah An Nabawiyah, 1/85. Sementara Syaikh Al Albani
mendhaifkannya. Lihat Shahih wa Dhaif Sunan At Tirmidzi No. 2526)
18. Doa ketika
berbuka puasa
Berdoa diwaktu
berbuka puasa juga diajarkan oleh Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam Berikut
ini adalah doanya:
كَانَ
رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا أَفْطَرَ قَالَ ذَهَبَ
الظَّمَأُ وَابْتَلَّتْ الْعُرُوقُ وَثَبَتَ الْأَجْرُ إِنْ شَاءَ اللَّهُ
“Adalah Rasulullah
Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, jika sedang berbuka puasa dia membaca: “Dzahaba
Azh Zhama’u wab talatil ‘uruqu wa tsabatal ajru insya Allah.” (HR. Abu Daud No.
2357, Al Baihaqi dalam As Sunan Al Kubra No. 7922, Ad Daruquthni, 2/185,
katanya: “isnadnya hasan.” An Nasa’i dalam As sunan Al Kubra No. 3329, Al Hakim
dalam Al Mustadrak No. 1536, katanya: “Shahih sesuai syarat Bukhari- Muslim”.
Al Bazzar No. 4395. Dihasankan Syaikh Al Albani dalam Shahihul Jami’ No. 4678)
19. I’tikaf
di-‘asyrul awakhir (10 hari tertakhir) Ramadhan
Dari ‘Aisyah
Radiallahu ‘Anha:
أَنَّ
النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يَعْتَكِفُ الْعَشْرَ
الْأَوَاخِرَ مِنْ رَمَضَانَ حَتَّى تَوَفَّاهُ اللَّهُ ثُمَّ اعْتَكَفَ
أَزْوَاجُهُ مِنْ بَعْدِهِ
Bahwasanya Nabi
Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam beri’tikaf pada 10 hari terakhir bulan Ramadhan
sampai beliau diwafatka Allah, kemudian istri-istrinya pun I’tikaf setelah
itu.(HR. Bukhari No. 2026, Muslim No. 1171, Abu Daud No. 2462. Ahmad No. 24613,
dan lainnya)
Dari Abu Hurairah
Radhiallahu ‘Anhu, katanya:
كَانَ
النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَعْتَكِفُ فِي كُلِّ رَمَضَانٍ
عَشْرَةَ أَيَّامٍ فَلَمَّا كَانَ الْعَامُ الَّذِي قُبِضَ فِيهِ اعْتَكَفَ
عِشْرِينَ يَوْمًا
Dahulu Nabi
Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam I’tikaf di setiap Ramadhan 10 hari, tatkala pada
tahun beliau wafat, beliau I’tikaf 20 hari. (HR. Bukhari No. 694, Ahmad No.
8662, Ibnu Hibban No. 2228, Al Baghawi No. 839, Abu Ya’la No. 5843, Abu Nu’aim
dalam Akhbar Ashbahan, 2/53)
20. Tarawihnya
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam
Dari ‘Aisyah
Radhiallahu ‘Anha, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam shalat di
masjid, lalu manusia mengikutinya, keesokannya shalat lagi dan manusia semakin
banyak, lalu pada malam ketiga atau keempat mereka berkumpul namun Rasulullah
Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam tidak keluar bersama mereka, ketika pagi hari
beliau bersabda:
قَدْ
رَأَيْتُ الَّذِي صَنَعْتُمْ فَلَمْ يَمْنَعْنِي مِنْ الْخُرُوجِ إِلَيْكُمْ
إِلَّا أَنِّي خَشِيتُ أَنْ تُفْرَضَ عَلَيْكُمْ وَذَلِكَ فِي رَمَضَانَ
“Aku melihat apa
yang kalian lakukan, dan tidak ada yang mencegahku keluar menuju kalian
melainkan aku khawatir hal itu kalian anggap kewajiban.” Itu terjadi pada bulan
Ramadhan. (HR. Bukhari No. 1129, Muslim No. 761)
21. Terawih pada
masa Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam: 8 rakaat dan witir 3 rakaat
Dari ‘Aisyah Radhiallahu
‘Anha, dia berkata:
مَا
كَانَ يَزِيدُ فِي رَمَضَانَ وَلَا فِي غَيْرِهِ عَلَى إِحْدَى عَشْرَةَ رَكْعَة
“Bahwa Rasulullah
tidak pernah menambah lebih dari sebelas rakaat shalat malam, baik pada bulan
Ramadhan atau selainnya.” (HR. Bukhari No. 2013, 3569, Muslim No. 738)
Dari Jabir bin
Abdillah Radhiallahu ‘Anhu, dia berkata:
جاء
أبي بن كعب إلى رسول الله صلى الله عليه وسلم فقال : يا رسول الله ، إن كان مني
الليلة شيء يعني في رمضان ، قال : « وما ذاك يا أبي ؟ » ، قال : نسوة في داري ،
قلن : إنا لا نقرأ القرآن فنصلي بصلاتك ، قال : فصليت بهن ثمان ركعات ، ثم أوترت ،
قال : فكان شبه الرضا ولم يقل شيئا
Ubay bin Ka’ab
datang kepada Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dan berkata: “Wahai
Rasulullah, semalam ada peristiwa pada diri saya (yaitu pada bulan Ramadhan).”
Rasulullah bertanya: “Kejadian apa itu Ubay?”, Ubay menjawab: “Ada beberapa
wanita di rumahku, mereka berkata: “Kami tidak membaca Al Quran, maka kami akan
shalat bersamamu.” Lalu Ubay berkata: “Lalu aku shalat bersama mereka sebanyak
delapan rakaat, lalu aku witir,” lalu Ubay berkata: “Nampaknya nabi ridha dan
dia tidak mengatakan apa-apa.” (HR. Abu Ya’la dalam Musnadnya No. 1801. Ibnu
Hibban No. 2550, Imam Al Haitsami mengatakan: sanadnya hasan. Lihat Majma’ az
Zawaid, Juz. 2, Hal. 74)
22. Terawih pada
masa Sahabat: 20 rakaat dan witir 3 rakaat serta terawih 36 rakaat dan witir 3
rakaat
Pada masa sahabat,
khususnya sejak masa khalifah Umar bin Al Khathab Radhilallahu ‘Anhu dan
seterusnya, manusia saat itu melaksanakan shalat tarawih dua puluh rakaat.
وصح
أن الناس كانوا يصلون على عهد عمر وعثمان وعلي عشرين ركعة، وهو رأي جمهور الفقهاء
من الحنفية والحنابلة وداود، قال الترمذي: وأكثر أهل العلم على ما روي عن عمر وعلي
وغيرهما من أصحاب النبي صلى الله عليه وسلم عشرين ركعة، وهو قول الثوري وابن
المبارك والشافعي، وقال: هكذا أدركت الناس بمكة يصلون عشرين ركعة
“Dan telah shahih,
bahwa manusia shalat pada masa Umar, Utsman, dan Ali sebanyak 20 rakaat, dan
itulah pendapat jumhur (mayoritas) ahli fiqih dari kalangan Hanafi, Hambali,
dan Daud. Berkata At Tirmidzi: ‘Kebanyakan ulama berpendapat seperti yang
diriwayatkan dari Umar dan Ali, dan selain keduanya dari kalangan sahabat nabi
yakni sebanyak 20 rakaat. Itulah pendapat Ats Tsauri, Ibnul Mubarak. Berkata
Asy Syafi’i: “Demikianlah, aku melihat manusia di Mekkah mereka shalat 20
rakaat.” (Syaikh Sayyid Sabiq, Fiqhus Sunnah, 1/206
Imam Ibnu Hajar
Rahimahullah menyebutkan:
وَعَنْ
يَزِيد بْن رُومَانَ قَالَ ” كَانَ النَّاس يَقُومُونَ فِي زَمَانِ عُمَر
بِثَلَاثٍ وَعِشْرِينَ ” وَرَوَى مُحَمَّد بْن نَصْر مِنْ طَرِيق عَطَاء قَالَ ”
أَدْرَكْتهمْ فِي رَمَضَان يُصَلُّونَ عِشْرِينَ رَكْعَة وَثَلَاثَ رَكَعَاتِ
الْوِتْر ”
“Dari Yazid bin
Ruman, dia berkata: “Dahulu manusia pada zaman Umar melakukan 23 rakaat.” Dan
Muhammad bin Nashr meriwayatkan dari Atha’, dia berkata: “Aku berjumpa dengan
mereka pada bulan Ramadhan, mereka shalat 20 rakaat dan tiga rakaat witir.”
(Fathul Bari, 4/253)
Beliau melanjutkan:
وَرَوَى
مُحَمَّد اِبْن نَصْر مِنْ طَرِيق دَاوُدَ بْن قَيْس قَالَ ” أَدْرَكْت النَّاس
فِي إِمَارَة أَبَانَ بْن عُثْمَان وَعُمْر بْن عَبْد الْعَزِيز – يَعْنِي
بِالْمَدِينَةِ – يَقُومُونَ بِسِتٍّ وَثَلَاثِينَ رَكْعَةً وَيُوتِرُونَ
بِثَلَاثٍ ” وَقَالَ مَالِك هُوَ الْأَمْرُ الْقَدِيمُ عِنْدَنَا . وَعَنْ
الزَّعْفَرَانِيِّ عَنْ الشَّافِعِيِّ ” رَأَيْت النَّاس يَقُومُونَ
بِالْمَدِينَةِ بِتِسْعٍ وَثَلَاثِينَ وَبِمَكَّة بِثَلَاثٍ وَعِشْرِينَ ،
وَلَيْسَ فِي شَيْء مِنْ ذَلِكَ ضِيقٌ ”
Muhammad bin Nashr
meriwayatkan dari jalur Daud bin Qais, dia berkata: “Aku menjumpai manusia pada
masa pemerintahan Aban bin Utsman dan Umar bin Abdul Aziz –yakni di Madinah-
mereka shalat 39 rakaat dan ditambah witir tiga rakaat.” Imam Malik
berkata,”Menurut saya itu adalah perkara yang sudah lama.” Dari Az Za’farani,
dari Asy Syafi’i: “Aku melihat manusia shalat di Madinah 39 rakaat, dan 23 di
Mekkah, dan ini adalah masalah yang lapang.” (Ibid)
23. Orang yang
sia-sia puasanya
Dari Abu Hurairah
Radhiallahu ‘Anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
كَمْ
مِنْ صَائِمٍ لَيْسَ لَهُ مِنْ صِيَامِهِ إِلَّا الْجُوعُ
Betapa banyak orang
berpuasa yang tidak mendapatkan apa-apa dari puasanya kecuali hanya lapar saja.
(HR. Ahmad No. 9685, Ibnu Majah No. 1690, Ad Darimi No. 2720)
Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan: hasan. (Ta’liq Musnad Ahmad No. 9685), Syaikh Husein Salim Asad mengatakan: hadits ini shahih. (Sunan Ad Darimi No. 2720. Cet. 1, 1407H. Darul Kitab Al ‘Arabi, Beirut)
Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan: hasan. (Ta’liq Musnad Ahmad No. 9685), Syaikh Husein Salim Asad mengatakan: hadits ini shahih. (Sunan Ad Darimi No. 2720. Cet. 1, 1407H. Darul Kitab Al ‘Arabi, Beirut)
24. Boleh mencium
isteri jika mampu menahan diri
Diriwayatkan dari
Umar Radhilallahu ‘Anhu:
عنْ
عُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ هَشَشْتُ يَوْمًا
فَقَبَّلْتُ وَأَنَا صَائِمٌ فَأَتَيْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ فَقُلْتُ صَنَعْتُ الْيَوْمَ أَمْرًا عَظِيمًا فَقَبَّلْتُ وَأَنَا
صَائِمٌ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَرَأَيْتَ
لَوْ تَمَضْمَضْتَ بِمَاءٍ وَأَنْتَ صَائِمٌ قُلْتُ لَا بَأْسَ بِذَلِكَ فَقَالَ
رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَفِيمَ
Suatu hari
bangkitlah syahwat saya, lalu saya mencium isteri, saat itu saya sedang puasa.
Maka saya datang kepada Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, saya berkata:
“Hari ini, Aku telah melakukan hal yang besar, aku mencium isteri padahal
sedang puasa.” Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda: “Apa
pendapatmu jika kamu bekumur-kumur dengan air dan kamu sedang berpuasa?”, Saya
(Umar) menjawab: “Tidak mengapa.” Maka Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam
bersabda: “Lalu, kenapa masih ditanya?” (HR. Ahmad, No. 138, 372. Al Hakim, Al
Mustadrak No. 1572, Al Baihaqi, As Sunan Al Kubra No. 7808, 8044. Ibnu
Khuzaimah No. 1999)
Hadits ini dishahihkan oleh Imam Al Hakim. (Al Mustadrak ‘Alash Shahihain No. 1572). Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan: isnadnya shahih sesuai syarat Imam Muslim. (Lihat Ta’liq Musnad Ahmad No. 138). Syaikh Al A’zhami (Tahqiq Shahih Ibnu Khuzaimah No. 1999)
Hadits ini dishahihkan oleh Imam Al Hakim. (Al Mustadrak ‘Alash Shahihain No. 1572). Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan: isnadnya shahih sesuai syarat Imam Muslim. (Lihat Ta’liq Musnad Ahmad No. 138). Syaikh Al A’zhami (Tahqiq Shahih Ibnu Khuzaimah No. 1999)
Hadits di atas
menerangkan bahwa mencium isteri dan berkumur-kumur hukumnya sama yakni boleh,
kecuali berlebihan hingga bersyahwat, apalagi mengeluarkan air mani.
Dari Abu Salamah,
bahwa ‘Aisyah Radhiallahu ‘Anha berkata:
كان
رسول الله صلى الله عليه وسلم يقبل بعض نسائه وهو صائم. قلت لعائشة: في الفريضة
والتطوع؟ قالت عائشة: في كل ذلك، في الفريضة والتطوع
“Rasulullah
Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam mencium sebagian isterinya dan dia sedang puasa.”
dan aku juga berpuasa.” Aku (Abu Salamah) berkata kepada ‘Aisyah: “Apakah pada
puasa wajib atau sunah?” Beliau menjawab: “Pada semuanya, baik puasa wajib dan
sunah.” (HR. Ibnu Hibban No. 3545)
Syaikh Syu’aib Al
Arnauth mengatakan: “Hadits ini shahih.” (Shahih Ibnu Hibban bitartib Ibni
Balban, No. 3545)
25. Berpuasa ketika
safar; diberikan pilihan antara tetap berpuasa atau berbuka, tergantung
kekuatan orangnya
Dari Hamzah bin
Amru Al Aslami Radhiallahu ‘Anhu, katanya:
يا
رسول الله: أجد بي قوة على الصيام في السفر. فهل علي جناح ؟، فقال رسول الله صلى
الله عليه وسلم: “هي رخصة من الله فمن أخذ بها فحسن. ومن أحب أن يصوم فلا جناح
عليه”.
“Wahai Rasulullah,
saya punya kekuatan untuk berpuasa dalam safar, apakah salah saya melakukannya?”
Maka Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam menjawab: “Itu adalah rukhshah
(keringanan) dari Allah, barang siapa yang mau mengambilnya (yakni tidak puasa)
maka itu baik, dan barang siapa yang mau berpuasa maka tidak ada salahnya.”
(HR. Muslim No. 1121. Al Baihaqi, As Sunan Al Kubra, no. 7947. Ibnu Khuzaimah
No. 2026)
Dari Jabir bin
Abdullah Radhiallahu ‘Anhu, katanya:
أن
رسول الله صلى الله عليه وسلم خرج إلى مكة عام الفتح في رمضان فصام حتى بلغ كراع
الغميم فصام الناس معه فقيل له يا رسول الله إن الناس قد شق عليهم الصيام فدعا
بقدح من ماء بعد العصر فشرب والناس ينظرون فأفطر بعض الناس وصام بعض فبلغه أن ناسا
صاموا فقال أولئك العصاة
“Bahwa Rasulullah
Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam keluar pada tahun Fath (penaklukan) menuju Mekkah
pada saat Ramadhan. Dia berpuasa hingga sampai pinggiran daerah Ghanim. Manusia
juga berpuasa bersamanya. Dikatakan kepadanya: “Wahai Rasulullah, nampaknya
manusia kepayahan berpuasa.” Kemudian Beliau meminta segelas air setelah asar,
lalu beliau minum, dan manusia melihatnya. Maka sebagian manusia berbuka, dan
sebagian lain tetap berpuasa. Lalu, disampaikan kepadanya bahwa ada orang yang
masih puasa.” Maka Beliau bersabda: “Mereka durhaka.” (HR. Muslim No. 1114.
Ibnu Hibban No. 2706, An Nasa’i No. 2263. At Tirmidzi No. 710. Al Baihaqi, As
Sunan Al Kubra No.7935)
Bahkan Nabi
Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam pernah mengkritik orang yang berpuasa dalam
keadaan safar dan dia kesusahan karenanya.
كان
رسول الله صلى الله عليه وسلم في سفره. فرأى رجلا قد اجتمع الناس عليه. وقد ضلل
عليه. فقال: “ماله ؟” قالوا: رجل صائم. فقال رسول الله عليه وسلم: “ليس من البر أن
تصوموا في السفر”.
“Rasulullah
Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam tengah dalam perjalanannya. Dia melihat seseorang
yang dikerubungi oleh manusia. Dia nampak kehausan dan kepanasan. Rasulullah
bertanya: “Kenapa dia?” Meeka menjawab: “Seseorang yang puasa.” Maka Rasulullah
Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda: “Tidak ada kebaikan kalian berpuasa
dalam keadaan safar.” (HR. Muslim No. 1115)
Jika diperhatikan
berbagai dalil ini, maka dianjurkan tidak berpuasa ketika dalam safar, apalagi
perjalanan diperkirakan melelahkan. Oleh karena itu, para imam hadits
mengumpulkan hadits-hadits ini dalam bab tentang anjuran berbuka ketika safar
atau dimakruhkannya puasa ketika safar. Contoh: Imam At Tirmidzi membuat Bab
Maa Ja’a fi Karahiyati Ash Shaum fi As Safar (Hadits Tentang makruhnya puasa
dalam perjalanan), bahkan Imam Ibnu Khuzaimah menuliskan dalam Shahihnya:
باب
ذكر خبر روي عن النبي صلى الله عليه وسلم في تسمية الصوم في السفر عصاة من غير ذكر
العلة التي أسماهم بهذا الاسم توهم بعض العلماء أن الصوم في السفر غير جائز لهذا
الخبر
“Bab tentang khabar
dari Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam tentang penamaan berpuasa saat safar
adalah DURHAKA tanpa menyebut alasan penamaan mereka dengan nama ini. Sebagian
ulama menyangka bahwa berpuasa ketika safar adalah TIDAK BOLEH karena hadits
ini.”
Tetapi, jika orang
tersebut kuat dan mampu berpuasa, maka boleh saja dia berpuasa sebab berbagai
riwayat menyebutkan hal itu, seperti riwayat Hamzah bin Amru Al Aslami
Radhiallahu ‘Anhu di atas.
Ini juga dikuatkan
oleh riwayat lainnya, dari Ibnu Abbas Radhiallahu ‘Anhuma, katanya:
لا
تعب على من صام ولا من أفطر. قد صام رسول الله صلى الله عليه وسلم، في السفر،
وأفطر.
“Tidak ada
kesulitan bagi orang yang berpuasa, dan tidak ada kesulitan bagi yang berbuka.
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam telah berpuasa dalam safar dan juga
berbuka.” (HR. Muslim No. 1113)
Dari Ibnu Abbas
juga:
سافر
رسول الله صلى الله عليه وسلم في رمضان. فصام حتى بلغ عسفان. ثم دعا بإنء فيه
شراب. فشربه نهارا. ليراه الناس. ثم أفطر. حتى دخل مكة .قال ابن عباس رضي الله
عنهما: فصام رسول الله صلى الله عليه وسلم وأفطر. فمن شاء صام، ومن شاء أفطر.
“Rasulullah
Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam mengadakan perjalanan pada Ramadhan, dia berpuasa
singga sampai ‘Asfan. Kemudian dia meminta sewadah air dan meminumnya siang-siang.
Manusia melihatnya, lalu dia berbuka hingga masuk Mekkah.” Ibnu Abbas
Radhiallahu ‘Anhuma berkata: “Maka Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam
berpuasa dan berbuka. Barang siapa yang mau maka dia puasa, dan bagi yang mau
buka maka dia berbuka.” (Ibid)
Dengan mentawfiq
(memadukan) berbagai riwayat yang ada ini, bisa disimpulkan bahwa anjuran dasar
bagi orang yang safar adalah berbuka. Namun, bagi yang kuat dan sanggup untuk
berpuasa maka boleh saja berbuka atau tidak berpuasa sejak awalnya. Namun bagi
yang sulit dan lelah, maka lebih baik dia berbuka saja. Wallahu A’lam
26. Umrah ketika
Ramadhan adalah sebanding pahalanya seperti haji bersama Rasulullah Shallallahu
‘Alaihi wa Sallam
Dari Ibnu ‘Abbas
Radhiallahu ‘Anhuma, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam berkata
kepada seorang wanita Anshar bernama Ummu Sinan:
فَإِنَّ
عُمْرَةً فِي رَمَضَانَ تَقْضِي حَجَّةً أَوْ حَجَّةً مَعِي
“Sesungguhnya Umrah
ketika bulan Ramadhan sama dengan memunaikan haji atau haji bersamaku.” (HR.
Bukhari No. 1863, Muslim No. 1256)
27. Tentang
Lailatul Qadar
Secara spesifik,
Lailatul Qadar ada pada sepuluh malam terakhir atau tujuh malam terakhir. Dari
Ibnu Umar Radhiallahu ‘Anhuma, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam
bersabda:
فَمَنْ
كَانَ مُتَحَرِّيهَا فَلْيَتَحَرَّهَا مِنْ الْعَشْرِ الْأَوَاخِرِ
“Maka, barangsiapa
yang ingin mendapatkan Lailatul Qadar, maka carilah pada sepuluh malam
terakhir.” (HR. Bukhari No. 1105)
Dari Ibnu Umar
Radhiallahu ‘Anhuma, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
أَنَّ
رِجَالًا مِنْ أَصْحَابِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أُرُوا
لَيْلَةَ الْقَدْرِ فِي الْمَنَامِ فِي السَّبْعِ الْأَوَاخِرِ فَقَالَ رَسُولُ
اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَرَى رُؤْيَاكُمْ قَدْ تَوَاطَأَتْ
فِي السَّبْعِ الْأَوَاخِرِ فَمَنْ كَانَ مُتَحَرِّيهَا فَلْيَتَحَرَّهَا فِي
السَّبْعِ الْأَوَاخِرِ
“Sesungguhnya
seorang laki-laki dari sahabat Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam melihat
Lailatul Qadr pada mimpinya pada tujuh hari terakhir. Maka bersabda Rasulullah
Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam: “Saya melihat mimpi kalian telah bertepatan pada
tujuh malam terakhir, maka barangsiapa yang ingin mendapatkan Lailatul Qadar,
maka carilah pada tujuh malam terakhir.” (HR. Bukhari No. 1911, 6590, Muslim
No.1165 Ibnu Hibban No. 3675, Al Baihaqi dalam As Sunan Al Kubra No. 8327, Ibnu
Khuzaimah No. 2182, Malik dalam Al Muwaththa’ No. 697
Bagaimanakah maksud
tujuh malam terakhir? Tertulis penjelasannya dalam Shahih Ibnu Khuzaimah,
sebagai berikut:
قال
أبو بكر هذا الخبر يحتمل معنيين أحدهما في السبع الأواخر فمن كان أن يكون صلى الله
عليه وسلم لما علم تواطأ رؤيا الصحابة أنها في السبع الأخير في تلك السنة أمرهم
تلك السنة بتحريها في السبع الأواخر والمعنى الثاني أن يكون النبي صلى الله عليه
وسلم إنما أمرهم بتحريها وطلبها في السبع الأواخر إذا ضعفوا وعجزوا عن طلبها في
العشر كله
Berkata Abu Bakar:
Khabar ini memiliki dua makna. Pertama, pada malam ke tujuh terakhir karena
Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam tatkala mengetahui adaya kesesuaian dengan
mimpi sahabat bahwa Lailatul Qadr terjadi pada tujuh malam terakhir pada tahun
itu, maka beliau memerintahkan mereka pada tahun itu untuk mencarinya pada
tujuh malam terakhir. Kedua, perintah Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam kepada
para sahabat untuk mencari pada tujuh malam terakhir dikaitkan jika mereka
lemah dan tidak kuat mencarinya pada sepuluh hari semuanya. (Lihat Shahih Ibnu
Khuzaimah No. 2182)
Makna ini diperkuat
lagi oleh hadits yang menunjukkan alasan kenapa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi
wa Sallam memerintahkan mengintai tujuh hari terakhir.
Dari Ibnu Umar
Radhiallahu ‘Anhuma:
قَالَ
رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْتَمِسُوهَا فِي الْعَشْرِ
الْأَوَاخِرِ يَعْنِي لَيْلَةَ الْقَدْرِ فَإِنْ ضَعُفَ أَحَدُكُمْ أَوْ عَجَزَ
فَلَا يُغْلَبَنَّ عَلَى السَّبْعِ الْبَوَاقِي
Bahwa Rasulullah
Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda: “Carilah dia pada sepuluh malam
terakhir (maksudnya Lailatul Qadar) jika kalian merasa lemah atau tidak mampu,
maka jangan sampai dikalahkan oleh tujuh hari sisanya.” (HR. Muslim No. 1165,
209)
- Kemungkinan besar
adalah pada malam ganjilnya
Kemungkinan lebih
besar adalah Lailatul Qadr itu datangnya pada malam ganjil sebagaimana hadits
berikut:
Dari Abu Said Al
Khudri Radhiallahu ‘Anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam
bersabda:
فَإِنِّي
أُرِيتُ لَيْلَةَ الْقَدْرِ وَإِنِّي نُسِّيتُهَا وَإِنَّهَا فِي الْعَشْرِ
الْأَوَاخِرِ فِي وِتْرٍ
“Seseungguhnya Aku
diperlihatkan Lailatul Qadar, dan aku telah dilupakannya, dan saat itu pada
sepuluh malam terakhir, pada malam ganjil.” (HR. Bukhari No. 638, 1912, 1923)
Dalam riwayat lain:
عَنْ
عَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ قَالَ تَحَرَّوْا لَيْلَةَ الْقَدْرِ فِي الْوِتْرِ مِنْ الْعَشْرِ
الْأَوَاخِرِ مِنْ رَمَضَانَ
“Dari ‘Aisyah
Radhiallahu ‘Anha, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
“Carilah oleh kalian Lailatul Qadar pada malam ganjil dari sepuluh malam
terakhir Ramadhan.” (HR. Bukhari No. 1913)
Ada dua pelajaran
dari dua hadits yang mulia ini. Pertama, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam
sendiri tidak tahu persis kapan datangnya Lailatu Qadar karena dia lupa. Kedua,
datangnya Lailatul Qadar adalah pada malam ganjil di sepuluh malam terakhir.
- Malam ke 24, 25,
27 dan 29?
Imam Bukhari
meriwayatkan, dari Ibnu ‘Abbas Radhiallahu ‘Anhuma, katanya:
التمسوا
في أربع وعشرين
“Carilah pada malam
ke 24.” (Atsar sahabat dalam Shahih Bukhari No. 1918)
Imam Bukhari juga
meriwayatkan, dari ‘Ubadah bin Ash Shamit Radhiallahu ‘Anhu bahwa Rasulullah
Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
فَالْتَمِسُوهَا
فِي التَّاسِعَةِ وَالسَّابِعَةِ وَالْخَامِسَةِ
“Maka carilah
Lailatul Qadar pada malam ke sembilan, tujuh, dan lima (pada sepuluh malam
terakhir, pen).” (HR. Bukhari No. 49, 1919)
Berkata seorang
sahabat mulia, Ubay bin Ka’ab Radhiallahu ‘Anhu:
وَاللَّهِ
إِنِّي لَأَعْلَمُ أَيُّ لَيْلَةٍ هِيَ هِيَ اللَّيْلَةُ الَّتِي أَمَرَنَا بِهَا
رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِقِيَامِهَا هِيَ لَيْلَةُ
صَبِيحَةِ سَبْعٍ وَعِشْرِينَ وَأَمَارَتُهَا أَنْ تَطْلُعَ الشَّمْسُ فِي
صَبِيحَةِ يَوْمِهَا بَيْضَاءَ لَا شُعَاعَ لَهَا
“Demi Allah,
seseungguhnya aku benar-benar mengetahui malam yang manakah itu, itu adalah
malam yang pada saat itu Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam memerintahkan
kami untuk shalat malam, yaitu malam yang sangat cerah pada malam ke 27, saat
itu tanda-tandanya hingga terbitnya matahari, pada pagi harinya putih terang
benderang, tidak ada panas.” (HR. Muslim No. 762)
Bukan hanya Ubay
bin Ka’ab, tapi juga sahabat yang lain. Salim meriwayatkan dari ayahnya
Radhiallahu ‘Anhu, katanya:
رَأَى
رَجُلٌ أَنَّ لَيْلَةَ الْقَدْرِ لَيْلَةُ سَبْعٍ وَعِشْرِينَ فَقَالَ النَّبِيُّ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَرَى رُؤْيَاكُمْ فِي الْعَشْرِ الْأَوَاخِرِ
فَاطْلُبُوهَا فِي الْوِتْرِ مِنْهَا
“Seorang laki-laki
melihat Lailatul Qadr pada malam ke 27. Maka, Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa
Sallam bersabda: Aku melihat mimpi kalian pada sepuluh malam terakhir, maka
carilah pada malam ganjilnya.” (HR. Muslim No. 1165)
Inilah riwayat yang
dijadikan pegangan oleh jumhur ulama, bahwa kemungkinan besar Lailatul Qadr
adalah pada malam ke 27. Namun, perselisihan tentang kepastiannya sangat
banyak, sehingga bisa dikatakan bahwa jawaban terbaik dalam Kapan Pastinya
Lailatul Qadr adalah wallahu a’lam.
Berkata Al Hafizh
Ibnu Hajar Al ‘Asqalani Rahimahullah:
وَقَدْ
اِخْتَلَفَ الْعُلَمَاء فِي لَيْلَة الْقَدْر اِخْتِلَافًا كَثِيرًا . وَتَحَصَّلَ
لَنَا مِنْ مَذَاهِبهمْ فِي ذَلِكَ أَكْثَر مِنْ أَرْبَعِينَ قَوْلًا
“Para ulama berbeda
pendapat tentang Lailatul Qadr dengan perbedaan yang banyak. Kami menyimpulkan
bahwa di antara pendapat-pendapat mereka ada lebih 40 pendapat.” (Fathul Bari,
4/262. Darul Fikr)
28. Doa ketika
Lailatul Qadar
Rasulullah
Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam mengajarkan doa khusus untuk kita baca ketika
Lailatul Qadar.
عَنْ
عَائِشَةَ قَالَتْ قُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ أَرَأَيْتَ إِنْ عَلِمْتُ أَيُّ
لَيْلَةٍ لَيْلَةُ الْقَدْرِ مَا أَقُولُ فِيهَا قَالَ قُولِي اللَّهُمَّ إِنَّكَ
عُفُوٌّ كَرِيمٌ تُحِبُّ الْعَفْوَ فَاعْفُ عَنِّي
Dari ‘Aisyah dia
berkata “Aku berkata: Wahai Rasulullah, apa pendapatmu jika aku mengetahui
bahwa pada suatu malam adalah Lailatul Qadar, apa yang aku ucapkan?” Beliau
menjawab: “Ucapkanlah, ‘Allahumma innaka ‘afuwwun karim tuhibbul ‘afwa
fa’fu’anni.” (HR. At Tirmidzi No. 3513, At Tirmidzi berkata: hasan shahih. Ibnu
Majah No. 3850. Syaikh Al Albani menshahihkannya. Lihat As Silsilah Ash
Shahihah No. 3337, Shahihul Jami’ No. 4423, dan lainnya)
29. Orang yang
tidak berpuasa tanpa alasan
Dari Abu Hurairah
Radhiallahu ‘Anhu, secara marfu’:
مَنْ
أَفْطَرَ يَوْمًا مِنْ رَمَضَانَ مِنْ غَيْرِ عُذْرٍ وَلَا مَرَضٍ لَمْ يَقْضِهِ
صِيَامُ الدَّهْرِ وَإِنْ صَامَهُ
Barang siapa yang
tidak berpuasa pada Ramadhan tanpa adanya uzur, tidak pula sakit, maka tidaklah
dia bisa menggantikannya dengan puasa sepanjang tahun, jika dia melakukannya.
(HR. Bukhari No. 1934)
Dari Ibnu Abbas
Radhiallahu ‘Anhuma, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
عرى
الاسلام، وقواعد الدين ثلاثة، عليهن أسس الاسلام، من ترك واحدة منهن، فهو بها كافر
حلال الدم: شهادة أن لا إله إلا الله، والصلاة المكتوبة، وصوم رمضان
Tali Islam dan
kaidah-kaidah agama ada tiga, di atasnyalah agama Islam difondasikan, dan
barangsiapa yang meninggalkannya satu saja, maka dia kafir dan darahnya halal (
untuk dibunuh), (yakni): Syahadat Laa Ilaaha Illallah, shalat wajib, dan puasa
Ramadhan.” (HR. Abu Ya’ala No. 2349, Alauddin Al muttaqi Al Hindi dalam Kanzul
‘Ummal No. 23, juga Ad Dailami dan dishahihkan oleh Imam Adz Dzahabi. Berkata
Hammad bin Zaid: aku tidak mengetahui melainkan hadits ini telah dimarfu’kan
kepada Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Al Haitsami mengatakan sanadnya
hasan, Majma’ Az Zawaid, 1/48. Darul Kutub Al ‘Ilmiyah. Tetapi didhaifkan oleh
Syaikh Al Albani Rahimahullah)
Berkata Imam Adz
Dzahabi Rahimahullah:
وعند
المؤمنين مقرر: أن من ترك صوم رمضان بلا مرض، أنه شر من الزاني، ومدمن الخمر، بل
يشكون في إسلامه، ويظنون به الزندقة، والانحلال.
“Bagi kaum mukminin
telah menjadi ketetapan bahwa meninggalkan puasa Ramadhan padahal tidak sakit
adalah lebih buruk dari pezina dan pemabuk, bahkan mereka meragukan
keislamannya dan mencurigainya sebagai zindiq dan tanggal agamanya.” (Syaikh
Sayyid Sabiq, Fiqhus Sunnah, 1/434. Lihat juga Imam Al Munawi, Faidhul Qadir,
4/410. Darul Kutub Al ‘Ilmiyah)
Wallahu A’lam
(bersambung …. Insya Allah)
(bersambung …. Insya Allah)
0 komentar:
Posting Komentar